Zainudin Amali: Banyak Faktor Penghambat Kinerja Legislasi DPR
Ketua Komisi II DPR RI Zainudin Amali foto : Arief/mr
DPR RI dalam menjalankan tugas sebagai representasi dari rakyat mempunyai tiga fungsi, yaitu fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Pada fungsi legislasi, dimana DPR RI mempunyai kewenangan untuk membentuk Undang-undang bersama-sama dengan Presiden.
Ketua Komisi II DPR RI Zainudin Amali menilai banyak faktor yang selama ini menjadi penghambat kinerja DPR RI dalam menjalankan fungsi legislasi tersebut. Harus disampaikan kepada masyarakat, supaya jangan ada opini yang menyebutkan DPR RI tidak dalam posisi tidak bekerja.
“Selama ini selalu diopinikan bahwa ada kelemahan-kelemahan khususnya di bidang legislasi. Itu kalau kita lihat secara kuantitas berapa yang diputuskan melalui program legislasi prioritas atau Prolegnas, dan berapa di akhir tahun yang dihasilkan,” jelas Zainudin.
Hal itu dikatakan Zainudin dalam diskusi Dialektika Demokrasi dengan mengangkat tema ‘Kinerja Legislasi DPR RI’ yang juga menghadirkan Wakil Ketua DPR RI Utut Adianto, Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI Anthon Sihombing dan pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie sebagai pembicara di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (02/8/2018).
Zainudin mengatakan kalau hitungannya seperti itu, selalu tidak akan pernah sesuai dengan target. Penghitungannya tidak bisa dipukul rata, bahwa kalau Prolegnas itu memutuskan 50 UU, maka 50 UU tersebut segera selesai. Karena banyak sekali variabel-variabel lain yang saling bergantungan dalam setiap pembahasan UU.
“Dalam konstitusi kita dinyatakan bahwa pembuat Undang-Undang pembahasannya dilakukan antara DPR dan pemerintah. Walaupun kekuasaan pembuatan Undang-Undang itu ada di DPR, tetap harus dibahas bersama pemerintah, tidak mungkin kalau DPR saja kemudian tanpa pemerintah, itu hasil dari amandemen konstitusi kita,” terangnya.
“Kalau salah satu pihak saja atau DPR-nya tidak satu suara, itu bisa memakan waktu yang lama. Pernah pula pihak pemerintahnya yang belum siap, itu bisa menjadi problem buat pembahasan sebuah Undang-undang,” tambah politisi Partai Golkar itu.
Pengalaman seperti ini, menurut Zainudin harus dicarikan jalan keluar, supaya tidak berulang dalam persoalan yang sama pada setiap pembahasan UU. Ia menceritakaan pengalaman pada saat pembahasan UU dalam Panitia Khusus (Pansus) dengan beragam latar belakang komisi yang bisa menimbulkan problem tersendiri. Butuh waktu untuk menyamakan frekuensi lintas komisi tersebut.
“Di tempat saya, kami juga sedang membahas tentang revisi UU Pertanahan, itu adalah Undang-undang sejak tahun 1960. Ini juga masih minta perpanjangan waktu. Karena di internal pemerintah tarik-menarik dari masing-masing sektor sangat kuat. Antara pertanahan dengan kehutanan, antara kehutanan dengan PU dan lainnya,” terang politisi dapil Jawa Timur ini.
Ia memiliki gagasan dimana pada periode depan ada semacam Alat Kelengkapan Dewan (AKD) khusus untuk fungsi legislasi, dan harus konsentrasi pada fungsi itu. Dengan begitu, mudah-mudahan target 50 UU dalam Prolegnas, paling tidak bisa diselesaikan sekitar 20 UU. Tinggal kemudian mencarikan jalan agar komisi-komisi lain bisa ikut terlibat.
Sementara itu, Jimly Asshidqi yang juga hadir sebagai pembicara dalam forum tersebut mengapresiasi kinerja DPR RI sekarang yang sedang berusaha membangun citra. “Jadi di bawah kepemimpinan Ketua sekarang, termasuk juga wakil-wakilnya ada semangat untuk berubah memperbaiki citra dan kinerja. Secara umum produk legislasi kita meningkat secara kuantitatif, dan yang terpenting tidak menyimpang dari konstitusi,” pungkas Jimly. (es/sf)